Ekonomi hijau yang diterapkan dalam berbagai aspek, sekarang ini juga sangat berguna diterapkan di dunia pariwisata dan ekonomi kreatif. Kedua hal tesebut merupakan dua sisi mata uang, dimana keberadaannya saling mempengaruhi. Penerapan ekonomi hijau dalam dunia pariwisata dan ekonomi kreatif tidak hanya memberikan keuntungan bagi wisatawan tapi juga memberikan keuntungan bagi usaha menjaga kelestarian lingkungan hidup.
“Saat ini, mayoritas wisatawan lebih memilih menginap hotel yang berpredikat green hotel. Selain harganya yang cenderung lebih murah, hal tersebut merupakan bentuk perhatian wisatawan terhadap pelestarian lingkungan hidup. Green hotel selalu mempunyai daya tarik, tentunya dalam penyiapan paket wisata tersedia program yang menawarkan wisatawan untuk ikut menghemat energy, air, dan sebagainya,” jelas Menparekraf, Mari Elka Pangestu pada diskusi “Task Force : Green Economy” pada kongres Diaspora Indonesia II, Senin (19/8) di Jakarta Convention Centre.
Dilanjutkannya, isu mengenai ekonomi hijau dalam dunia pariwisata juga mencangkup penerapan carbon tax, pengelolaan sampah serta penghentian penangkapan ikan menggunakan dinamit (bahan peledak). Mengenai carbon tax, Mari menjelaskan bahwa sampai saat ini isu tersebut masih menjadi pembahasan negara-negara di dunia. Harapannya, jangan sampai hal ini mengganggu keberlangsungan kepariwisataan tanah air. Sementara, mengenai pengelolaan sampah dan penangkapan ikan menggunakan dinamit, Mari menegaskan bahwa pengelolaan hal ini harus dilakukan dengan benar. Karena, hal ini merupakan pekerjaan besar yang melibatkan banyak pihak.
“Hal yang cukup mengganggu dalam skala penerapan ekonomi hijau adalah penggunaan plastik. Kita semua tahu, plastik membutuhkan waktu sangat lama untuk bisa melebur dengan tanah. Maka, penggunaan plastik sangat tidak disarankan,” tegas Mari.
Pada kesempatan tersebut, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta W. Kamdani mengatakan bahwa pebisnis memerlukan ruang yang cukup besar untuk dapat menerapkan ekonomi hijau. “Kami memerlukan kepatian hukum, birokrasi, koordinasi antarlembaga pemerintah,” jelasnya singkat. Hal senada diungkapkan Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Heru Prasetyo. Dia menjelaskan, regulasi tersebut belum final dibahas dan sedang dalam proses penuntasan.
Supramu, dari Supreme Energy menambahkan bahwa banyak pihak yang mengharapkan agar ada kepastian mengenai ekonomi hijau. Kepastian hingga saat ini, penerapan ekonomi hijau dalam dunia bisnis meliputi pengembangkan energi terbarukan.
Pada akhir acara, Menparekraf berharap agar forum diskusi yang dilakukan bersama Diaspora tersebut dapat memberikan masukan mengenai penerapan dan pengembangan ekonomi hijau yang dilakukan di Indonesia, khususnya terkait dunia pariwisata dan ekonomi kreatif. (Sumber:Budpar.go.id)
Bagikan ke
Facebook
Twitter
Google+